Rabu, 27 Mei 2009

Artikel Pendidikan Standar Perencanaan Proses Pembelajaran

Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

A. Silabus

Silabus sebagai acuan pengembangan RPP memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.

Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam pelaksanaannya, pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.

Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk Ml, MTs, MA, dan MAK.

B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
Komponen RPP adalah :

1. Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.

2. Standar kompetensi

Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik
yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

3. Kompetensi dasar

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

4. Indikator pencapaian kompetensi

Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

5. Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.

6. Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi.

7. Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.

8. Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/MI.

9. Kegiatan pembelajaran

a. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

b. Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

c. Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.

10. Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

11. Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

C. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP

1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.

3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan

4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,
pengayaan, dan remedi.

5. Keterkaitan dan keterpaduan

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman
budaya.

6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi
dan kondisi.

Sumber:

Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses





Kemunduran Desentralisasi Pendidikan

Sebagaimana kita ketahui, bahwa sistem pendidikan yang sekian lama dikelola secara sentral oleh pemerintah pusat dinilai kurang efesien, karena pendidikan yang dikelola secara sentral cenderung menafikan keberagaman, perbedaan, kultur dan sebagainya, bahkan cenderung mematikan partisipasi masyarakan, karena pembuatan kebijakan, implementasi dan evaluasi kebijakan dilakukan secara terpusat dan dilakukan oleh aparat memerintahan pusat, sehingga pemerintah daerah hanya sebagai pekerja-pekerja perantara, sebagai penyambung dan penyalur ketetapan-ketetapan dan instruksi-instruksi dari pusat untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah. Sementara itu pihak pengelola dan pelaksana pendidikan tidak ubahnya hanya sebagai pekerja-pekerja pasif, karena mereka dalam kekuasaan dan tanggung jawab, serta prosedur-prosedur pelaksanaan tugasnya sangat dibatasi oleh peraturan dan instruksi dari pusat. Segala kegiatan yang dilakukan sekolah harus sesuai dengan peraturan yang ada, dan setidak-tidaknya mendapat izin terlebih dahulu dari pusat[1].

Akibat yang dapat kita rasakan dari sistem pengadaan pendidikan seperti itu antara lain adalah tidak meratanya hasil pembanguna pendidikan baik secara fisik maupun kualitasnya. Secara fisik dapat dilihat dari kondisi sekolah-sekolah masih banyak yang sangat memprihatinkan, jauh dari apa yang diharapkan. Secara kualitas, harus diakui bahawa masih banyak sekolah-sekolah yang mutunya di bawah standar.

Dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP). Dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP)[2]. Dalam peringkat indeks pendidikan EFA Development Index (EDI) tahun 2007, Indonesia berada pada posisi ke 62 dari 130 negara. Di samping itu, indeks pembangunan manusia Indonesia (HDI) juga masih berada pada peringkat bawah jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Peringkat HDI Indonesia pada tahun 2003 berada pada urutan 102, 111 pada tahun 2004, 110 pada tahun 2005, dan sekarang ini berada pada urutan 107 di bawah Vietnam yang menempati urutan 105. Data di atas diperkuat lagi dengan laporan Bank Dunia tentang hasil tes membaca murid kelas IV SD, Indonesia berada pada peringkat terendah di Asia. Hanya 51,7% murid kelas IV SD yang dapat membaca, dan dari hasil penelitian itu disebutkan pula bahwa siswa Indonesia yang dapat membaca hanya mampu memahami 36% dari materi bacaan[3].

Sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, diubahlah sistem pengadaan pendidikan dari sentralistik kepada desentralistik. Kemudian dikembangkanlah model pengadaan pendidikan yang dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai upaya dalam memaksimalkan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan. MBS merupakan salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi atau kemandirian sekolah dan aparat daerah dalam menentukan arah, kebijakan, serta jalannya pendidikan di daerah masing-masing[4].

Selain memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan pemerintah daerah dalam pengadaan pendidikan, MBS juga bertujuan mendorong pengambilan keputusan parsipatif yang melibatkan semua stakeholder pendidikan di sekolah, sehingga dengan demikian akan tercipta rasa memiliki tanggung jawab dari mereka serta semakin meningkat pula dedikasi mereka[5].

Namun yang justru terjadi sekarang adalah pemangkasan dan pengekangan kembali kewenangan sekolah dalam mengelola pendidikan, hal ini sangat dirasakan oleh sekolah-sekolah negeri terutama di tingkat pendidikan dasar. Dengan adanya dana BOS, pemerintah daerah membuat aturan yang sangat membatasi sekali pihak sekolah untuk mencari sumber dana lain demi menunjang kelancaran proses pembelajaran, bahkan ada yang melarangnya sama sekali. Pemerintah daerah menilai bahwa dana BOS sudah cukup untuk mebiayai seluruh kegiatan operasional sekolah, padahal dengan adanya peraturan tersebut banyak kegiatan sekolah yang mau tidak mau harus dihapus, karena tidak cukupnya dana untuk membiayaai kegiatan tersebut. hali ini juga cukup membuat pusing para kepala sekolah, di lain pihak undang-undang menuntut kemandirian sekolah, di sisi lain pemerintah masih tertalu intervensi terhadap kebijakan sekolah.
[1] M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), cet ke-12, hlm. 129-130

[2] Anon. Data Balitbang Tahun 2003 (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2003)

[3] http://mediaindonesia.com/index.php?ar_id=Nzk2NQ

[4] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm.67-68

[5] ibid., hlm.72-73

Oleh : Deri Suyatma

sumber: derisuyatma.wordpress.com

Pendidikan Gratis Harus Dikawal

BEBERAPA hari terkahir di media massa gencar sekali diiklankan mengenai program pendidikan gratis selama 9 tahun oleh pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Bahkan, tak tanggung-tanggung, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, turut serta menjadi tokoh dalam iklan yang menyuarakan agar anak-anak bisa sekolah. Hal itu bisa digunakan pegangan bahwa pemerintah memang serius mengupayakan terciptanya pendidikan gratis mulai jenjang SD hingga SMP agar bisa terealisir.

Kondisi itu patut disyukuri oleh seluruh masyarakat Indonesia karena dinilai dari sudut manapun penyelenggaraan pendidikan gratis pasti bagus dan bakal menuai dampak positif bagi kehidupan manusia. Lihat saja sekarang, kehidupan masyarakat yang mengenyam pendidikan dan yang tak pernah merasakan pendidikan hidupnya sangat bertolak belakang.

Bisa dikatakan malah berbeda total, di mana yang pernah memperoleh pendidikan hidupnya lebih tertata dan memiliki cara pandang luas, serta hidupnya jauh lebih baik. Sedangkan yang tak pernah mengenyam pendidikan tetap terkukung dalam kemiskinan dan pemikirannya tetap terbelakang. Memang tidak semuanya seperti itu, namun harus diakui secara keseluruhan kenyataannya seperti itu. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan akan membawa dampak perubahan bagi aktivitas manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Tetapi ada saru catatan yang harus diperhatikan Depdiknas menyangkut biaya penarikan uang administrasi oleh pihak sekolah. Karena jika pendidikan gratis sudah diterapkan, sedangkan di sisi lain pihak sekolah dengan dalih beragam tetap menarik iuran dan melakukan pungutan biaya gedung atau semacamnya, seperti pembelian baju sekolah baru dan buku pelajaran maka itu sama saja sebagai bentuk pemerasan. Sehingga pendidikan gratis baru dalam tahap wacana karena antara kebijakan dan pelaksanaan tidak saling sinkron. Karena selama ini sudah banyak kejadian semacam itu, tak terkecuali program BOS, yang di mana siswa tetap ditarik biaya aneh-aneh yang membuat program BOS tak dirasakan manfaatnya oleh siswa.

Untuk itu kebijakan program gratis 9 tahun harus dikawal dan jika ditemukan pelanggaran di tingkat sekolah maka Depdiknas bisa turun tangan untuk melakukan tindakan semestinya sebagai upaya agar memberikan pelajaran bergarga pada sekolah lainnya supaya tak melakukan tindakan bandel. Karena sangat disayangkan bila pemerintah sudah menghabiskan biaya besar dengan gembar-gembor iklan, tetapi dalam kenyataannya pendidikan gratis hanya sebatas gaung yang tak dilaksanakan setiap komite sekolah SD maupun SMP.

sumber: erikpurnama.wordpress.com

Orang tua bijak adalah sahabat anak

Keluarga adalah yang pertama dan utama sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak, karena sebelum anak mengenal lingkungan lain, keluargalah yang terlebih dahulu memberikan pondasi untuk membentuk kepribadian anak. Meskipun demikian, orang tua kadang kurang tepat dalam memperlakukan anak. Memang, untuk menjadi orang tua tidak ada sekolahnya, dengan demikian ketika menjadi orang tua biasanya mereka berkaca dari apa yang telah mereka alami dulu ketika masih anak-anak. Padahal bisa jadi apa yang dialaminya dulu sudah tidak efektif lagi untuk diterapkan saat ini. Oleh karena itu, dalam tulisan kali ini akan dipaparkan bagaimana menjadi orang tua efektif agar anak dapat berkembang dengan baik. Beberapa hal tersebut adalah :

1. Mau meminta maaf kepada anak jika berbuat salah.

2. Mau mengucapkan mengucapkan terima kasih.

3. Menepati jika berjanji.

4. Tidak memberikan “label” pada anak.

5. Senyum dan memberi sentuhan fisik.

6. Lebih baik melakukan tindakan daripada sekedar kata-kata. .

7. Lebih merespon ketika anak berbuat negative, daripada ketika anak berbuat positif. .

8. Tidak mengucapkan kata “jangan” .

9. Menghargai pertanyaan anak. .

10. Tidak menghukum secara fisik

Jika orang tua dapat menerapkan hal-hal tersebut, dimungkinkan anak dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik, tanpa tekanan, tanpa celaan dan tanpa ketakutan, tetapi hidup dalam lingkungan yang penuh penerimaan dan rasa aman, sehingga ia akan berkembang menjadi pribadi yang positif, karena pada dasarnya anak belajar dari bagaimana ia diperlakukan oleh lingkungannya. Semoga kita termasuk menjadi orang tua dambaan anak-anak.

Sumber selengkapnya disini

Model-Model Pembelajaran Inkuiri

Beberapa macam model pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Sund dan Trowbridge diantaranya :

1. Guide Inquiry

Pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu suatu model pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cuku luas kepada siswa. Sebagian perencanaannya dibuta oleh guru , siswa tidak merumuskan problem atau masalah. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing guru tidak melepas begitu saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Guru harus memberikan pengarahan dan bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan sehingga siswa yang berifikir lambat atau siswa yang mempunyai intelegensi rendah tetap mampu mengikuti kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan dan siswa mempunyai tinggi tidak memonopoli kegiatan oleh sebab itu guru harus memiiki kemampuan mengelola kelas yang bagus.

Inkuiri terbimbing biasanya digunakan terutama bagi siswa-siswa yang belum berpengalaman belajar dengan pendekatan inkuiri.Pada tahap-tahap awal pengajaran diberikan bimbingan lebih banyak yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan pengarah agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang disodorkan oleh guru. Pertanyaan-pertanyaan pengarah selain dikemukakan langsung oleh guru juga diberikan melalui pertanyaan yang dibuat dalam LKS. Leh sebab itu LKS dibuat khusus untuk membimbing siswa dalam melakukan percobaan dan menarik kesimpulan.

2. Modified Inquiry

Model pembelajaran inkuiri ini memiliki ciri yaitu guru hanya memberikan permasalahan tersebut melalui pengamatan, percobaan, atau prosedur penelitian untuk memperoleh jawaban. Disamping itu , guru merupakan nara sumber yang tugasnya hanya memberikan bantuan yang diperlukan untuk menghindari kegagalan dalam memecahkan masalah.

4. Free Inquiry

Pada model ini siswa harus mengidentifikasikan dan merumuskan macam problema yang dipelajari dan dipecahkan. Jenis model inkuiri ini lebih bebas daripada kedua jenis inkuiri sebelumnya.

5. Inquiry role Approach

Model pembelajaran inkuiri pendekatan peranan ini melibatkan siswa dala tim-tim yang masing-masing terdiri atas empat orang untuk memceahkan masalah yang diberikan. Masing-masing anggota memegang peranan yang berbeda, yaitu sebagai koordinator tim, penasihat teknis, pencatat data, dan evaluator proses.

6. Invitation Into Inquiry

Model inkuiri jenis ini siswa dilibatkan dalam proses pemecahan masalah dengan cara-cara yang lai ditempuh para ilmuwan. Suatu undangan (invitation) memberikan suatu problema kepada para siswa dan melalui pertanyaan masalah yang telah direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa kegiatan atau kalau mungkin semua kegiatan berikut:a) Merancang eksperimen, b) Merumuskan Hipotesis , c) Menentukan sebab akibat, d) menginterpretasikan data, e) Membuat grafik, f) Menentukan peranan diskusi dan kesimpulan dalam merencanakan peneitian ,g) mengenal bagaimana kesalahan eksperimental mungkin dapat dikurangi atau diperkecil.

7. Pictorial Riddle

Pada model ini merupakan metode mengajar yang dapat engembankan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil atau besar , Gamabar peragaan, atau situasi sesungguhnya dapat digunakan untuk mningkatkan cara berfikir kritis dan kreatif para siswa.Biasanya, suatu riddle berupa gambar dipapan tulis, poster, atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riddle itu.

8. Synectics Lesson

Pada jenis ini memusatkan keterlibatan siswa untuk membuat berbagai macam bentuk kiasan supaya dapat membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Hal ini dapat dilaksanakan karena kiasan dapat membantu siswa dalam berfikir untuk memandang suatu problema sehingga dapat menunjang timbulnya ide-ide kreatif.

9. Value Clarification

Pada model pembelajaran inkuiri jenis ini siswa lebih difokuskan pada pemberian kejelasan tentang suatu tata aturan atau nilai-nilai pada suatu proses pembelajaran.

sumber: agungprudent.wordpress.com